BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
1.1.1. Bandung
sebagai Potensi Wisata Indonesia
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia
sehingga memiliki kebudayaan yang sangat beragam. Keberagaman budaya yang
dimiliki Indonesia menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik domestik
maupun internasional. Daya tarik pariwisata di Indonesia tidak hanya terletak
pada tempatnya, tetapi segala sesuatu yang terdapat di dalamnya.
Bandung adalah salah satu kota yang sedang mengalami
perkembangan pesat pada bidang pariwisata, terutama pada wisata belanja dan
wisata kuliner. Suhu Kota Bandung yang cukup sejuk, alam yang indah, dan
pengelolaan pariwisata yang cukup baik menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota
Bandung. Wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia dan luar Indonesia
berdatangan ke Bandung untuk merasakan langsung suasana kota Bandung,
berbelanja di Factory Outlet, atau
mencicipi kuliner-kuliner khas Bandung. Oleh karena itu, Bandung saat ini
menjadi salah satu destinasi wisata yang paling digemari di Indonesia.
Perkembangan pariwisata Bandung ini tidak terlepas
dari Bandung sebagai kota yang kreatif. Kota Bandung sering menjadi pelopor
dari berbagai inovasi yang kemudian menyebar ke daerah-daerah lain. Inovasi ini
terjadi dalam berbagai bidang dan biasanya dipelopori oleh para pemuda. Salah
satu inovasi yang dilakukan oleh warga Kota Bandung adalah pada bidang kuliner
yang merupakan salah satu wujud kebudayaan.
1.1.2. Inovasi
Kuliner Kota Bandung sebagai Daya Tarik Wisata
Bandung memiliki kuliner yang sangat kaya dan
beragam, dari mulai yang manis hingga yang pedas, dari mulai yang direbus
hingga yang dipanggang, dari mulai makanan kecil hingga makanan berat.
Makanan-makanan ini didukung oleh suasana Kota Bandung yang sejuk dan nyaman
sehingga orang-orang dari berbagai daerah berdatangan untuk mencicipi langsung
makanan-makanan tersebut. Berbagai kuliner Kota Bandung yang sudah sering
diperbincangkan adalah peuyeum,
brownies Amanda, batagor Kingsley, dan keripik Maicih.
Salah satu fenomena kuliner kota Bandung yang saat
ini sedang muncul ke permukaan adalah keripik Maicih. Maicih adalah sebuah merk
dari jajanan-jajanan pasar khas Tanah Sunda, seperti keripik singkong, seblak,
gurilem, dan basreng. Saat ini Maicih begitu identik dengan Bandung sehingga
menjadi oleh-oleh khas dari Bandung. Meskipun keripik Maicih terdapat di
berbagai daerah di Indonesia selain di Bandung, konsumen tetap lebih suka
membeli keripik Maicih langsung di Kota Bandung.
Inovasi yang dilakukan oleh Maicih terletak pada
rasa, teknik pengemasan, dan teknik pemasaran. Maicih digemari bukan hanya oleh
masyarakat Bandung melainkan juga masyarakat di seluruh Indonesia. Hal ini
terbukti dengan adanya distributor atau yang mereka sebut dengan “jenderal”
yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga Papua. Maicih telah menjadi salah satu
makanan lokal yang menembus pasar nasional, bahkan internasional dengan tetap
membawa identitas Sunda dan Bandung di dalam produknya.
Sebenarnya jajanan-jajanan pasar seperti keripik
singkong, seblak, gurilem, dan basreng sudah ada sejak lama dan menjadi jajanan
khas Tanah Sunda. Sebelumnya, jajanan-jajanan pasar ini terbatas pada ruang
lingkup konsumen tertentu, khususnya anak-anak. Jenis makanan ini juga
sebelumnya dijual di daerah-daerah Tanah Sunda selain Bandung, seperti Garut,
Cililin, dan Tasikmalaya. Setelah diadakannya inovasi terhadap jajanan-jajanan
pasar ini, pasar konsumen menjadi sangat luas baik dari segi tempat maupun usia.
Nilai ekonomi dari makanan ini juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Produk Maicih dijual dengan harga Rp17.000,00 per bungkus sementara sebelumnya
jajanan pasar dijual dengan harga berkisar Rp500,00 hingga Rp2.000,00 per
bungkus.
Fenomena Maicih yang berawal dari Bandung hingga ke
seluruh Indonesia saat ini sedang dalam wacana untuk diekspor ke luar negeri.
Nama Maicih yang identik dengan orang Sunda pun menjadikan Maicih identik
dengan Bandung. Namun, inovasi terhadap makanan lokal, khususnya Maicih,
sebagai salah satu aspek yang membawa budaya Bandung ke luar dan menjadi salah
satu promosi budaya masih perlu diteliti lebih lanjut.
1.2.Rumusan
Masalah
Berdasarkan pemaparan yang telah
diberikan sebelumnya pada subbab latar belakang, penulis merumuskan beberapa
masalah yang akan menjadi fokus pada penulisan makalah ini:
1. Bagaimana
inovasi yang dilakukan oleh PT. Maicih Inti Sinergi terhadap makanan lokal khas
Tanah Sunda?
2. Bagaimana
peranan inovasi terhadap makanan lokal, khususnya yang dilakukan oleh PT.
Maicih Inti Sinergi berpotensi memperkuat ketahanan budaya dan sebagai salah
satu promosi budaya, khususnya budaya Bandung?
1.3.Tujuan
Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang
sebelumnya telah dipaparkan, maka tujuan dan dari diadakannya penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1.
Membuktikan bahwa PT. Maicih Inti
Sinergi melakukan inovasi terhadap makanan lokal khas Tanah Sunda.
2.
Membuktikan bahwa inovasi makanan lokal,
khususnya yang dilakukan oleh PT. Maicih Inti Sinergi, berpotensi memperkuat
ketahanan budaya dan menjadi suatu usaha promosi budaya, khususnya budaya
Bandung.
1.4.Metode
Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode kualitatif. Metode kualitatif dalam suatu penelitian diperlukan untuk
memahami suatu fenomena yang hasilnya dijelaskan secara deskriptif sesuai
dengan konteksnya. Peneliti adalah instrumen utama pada penelitian ini sehingga
peneliti haruslah seseorang atau sekelompok orang yang memang menaruh minat
pada topik penelitian.
Tulisan yang ada pada makalah ini
termasuk ke dalam jenis tulisan bahasan atau argumentasi. Sesuai dengan tujuan
dari penulisan makalah yang telah dipaparkan sebelumnya, penulisan makalah
dengan jenis bahasan merupakan jenis yang paling sesuai karena akan membuktikan
hipotesis awal dari penulis. Rekomendasi dan saran akhirnya dirumuskan dengan
melihat analisis-sintesis yang sebelumnya telah dilakukan.
1.4.1. Teknik
Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan
dengan penyebaran kuisioner secara acak pada beberapa masyarakat Bandung dan
non-Bandung, wawancara dengan public
relation dari PT. Maicih Inti Sinergi, wawancara dengan Pemerintah Daerah
Jawa Barat dan Pemerintah Kota Bandung, wawancara dengan dosen Sastra Sunda di
Universitas Padjajaran selaku ahli kebudayaan Sunda, serta wawancara dengan
pihak-pihak lain yang terkait dengan penelitian ini. Studi pustaka dilakukan
pada buku-buku yang berkaitan dengan kebudayaan dan wujud-wujud kebudayaan,
terutama makanan. Buku-buku mengenai nilai-nilai kebudayaan Sunda, khususnya
Bandung sebagai ibu kota Jawa Barat juga menjadi bahan studi pustaka pada
penelitian ini.
Penelitian lapangan menjadi inti dari pengambilan
analisis-sintesis dari makalah ini. Pada tanggal 14 Maret 2012, peneliti
melakukan wawancara langsung dengan public
relation dari PT. Maicih Inti Sinergi, yaitu Reza Amriludwian, di Jalan
Setia Budi, Bandung. Peneliti langsung menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan
penelitian ini kepada Reza Amriludwian agar hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan.
Wawancara juga dilakukan dengan ahli kebudayaan
Sunda dari Universitas Padjajaran bernama Taufik Ampera, Pemerintah dari Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung bernama Drs. Hatta dan Rukmana Saputra,
dan Pemerintah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah Jawa Barat bernama
Dra. Hj. Yullianingsih Yusuf. Wawancara dengan pemerintah terkait dilakukan pada
tanggal 14 Maret 2012, sedangkan wawancara dengan dosen Sastra Sunda
Universitas Padjajaran dilakukan pada tanggal 15 Maret 2012. Wawancara ini
dilakukan untuk mengambil data yang terkait dengan Bandung dan budaya Sunda.
Kenaikan wisatawan dan pengaruh dari Maicih
terhadap hal tersebut menjadi salah satu hal yang ditanyakan langsung
kepada pihak-pihak terkait.
Penyebaran kuisioner secara acak kepada 50
masyarakat Bandung dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai tanggapan
masyarakat Bandung sendiri terhadap inovasi makanan lokal Maicih dan pengaruhnya terhadap pariwisata
kota Bandung. Kuisioner disebarkan untuk mengambil opini publik Bandung
berkaitan dengan hal yang diteliti untuk menghindari adanya pandangan subyektif
dari peneliti.
Kuisioner juga disebarkan secara acak kepada 50
masyarakat luar Bandung untuk mengukur seberapa besar pengetahuan orang luar
Bandung terhadap produk makanan lokal Maicih dan seberapa besar nilai budaya
Bandung yang mereka lihat dari produk Maicih. Peneliti mengambil lingkungan
Universitas Indonesia, Depok, sebagai wilayah penyebaran kuisioner dengan
asumsi bahwa informan yang berada di lingkungan ini berasal dari berbagai
daerah di Indonesia karena Universitas Indonesia merupakan lingkungan
pendidikan nasional.
Selain melakukan penelitian lapangan, peneliti juga
melakukan studi pustaka pada buku-buku yang terkait dengan penelitian. Daftar
buku yang dijadikan sebagai bahan studi pustaka akan diberikan pada bagian
daftar pustaka makalah. Selain studi pustaka yang dilakukan pada buku-buku yang
terkait, peneliti juga menelaah laman-laman website
mengenai masalah terkait. Salah satu website
yang memberikan informasi yang cukup banyak adalah website dari PT. Maicih Inti Sinergi sendiri, yaitu www.maicih.co.id.
Data yang telah terkumpul dianalisis untuk memenuhi
tujuan awal dari diadakannya penelitian ini yaitu membuktikan bahwa inovasi
makanan lokal berpotensi menjadi salah satu usaha promosi budaya. Sebelum
membuktikan hal tersebut, diperlukan data mengenai makanan lokal Bandung,
inovasi yang telah dilakukan terhadap makanan-makanan lokal tersebut, nilai
kebudayaan yang terdapat di Bandung, dan promosi budaya yang ada di Bandung.
Analisis-sintesis yang dilakukan akan menjadi dasar dari ditulisnya simpulan
dan saran dari penulis. Hasil penelitian diharapkan dapat memenuhi tujuan awal
dari penelitian dan memberikan sumbangan pemikiran kreatif untuk bangsa
Indonesia.
1.5.Sistematika
Penulisan
Makalah ini disusun secara sistematis dan terdiri
atas empat bab dengan rincian sebagai berikut. Bab pertama berisi pendahuluan
yang menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, metode penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab kedua memaparkan telaah pustaka, landasan teori,
dan berbagai konsep yang relevan dengan rumusan masalah yang dikaji. Kota Bandung
dengan berbagai potensinya dipaparkan pada bab ini, termasuk dengan inovasi
makanan lokal yang sudah ada di Kota Bandung.
Bab ketiga pada makalah ini menjelaskan analisis dan
sintesis yang telah dilakukan terhadap rumusan masalah yang telah diberikan
pada bab pertama. Analisis dan sintesis diambil berdasarkan penelitian lapangan
yang telah dilakukan penulis sehingga data yang diperoleh pun bersifat akurat.
Analisis dan sintesis yang diberikan pada bab ini juga didukung oleh berbagai
data yang diperoleh dari tinjauan pustaka.
Bab keempat yang merupakan bab terakhir dari bab ini
berisi simpulan dan rekomendasi dari penulis berdasarkan hasil penelitian yang
telah dipaparkan pada bab ketiga. Rekomendasi yang diberikan kemudian
diharapkan dapat menjadi suatu solusi kreatif untuk berbagai permasalah serupa
yang ada di Indonesia sehingga makalah ini dapat ikut serta dalam pembangunan
bangsa Indonesia.
BAB
2
POTENSI
KULINER LOKAL BANDUNG SEBAGAI PRODUK BUDAYA
2.1.
Makanan
dalam Perspektif Budaya
Secara etimologi, budaya atau kebudayaan
berasal dari bahasa Sansekerta, buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang
berarti “budi” atau “akal” (Koentjaraningrat, 2002: 181). Oleh karena itu,
budaya dapat diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal dan budi
manusia. Menurut Djoko Widagdho dalam Ilmu
Budaya Dasar, kebudayaan yang adalah juga kultur berasal dari kata colere dalam bahasa Latin yang berarti
mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah
atau bertani. Arti ini kemudian berkembang menjadi culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah
dan mengubah alam (Widagdho, 1991:18). Kultur menjadi sangat luas maknanya
karena ternyata hampir segala daya dan aktivitas yang dilakukan manusia memang
dilakukan untuk mengolah dan mengubah alam dalam rangka mempertahankan hidup.
Serupa dengan pengertian sebelumnya, Koentjaraningrat
dalam Pengantar Ilmu Antropologi
menyampaikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Melalui definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir
seluruh tindakan manusia adalah kebudayaan karena hanya sedikit tindakan
manusia yang tak perlu dibiasakan dengan belajar, misalnya tindakan berupa
naluri dan refleks. Di luar itu, dibutuhkan proses pembelajaran dalam melakukan
sesuatu.
Kultur dan kebudayaan tentunya bukan
hanya sebuah konsep namun juga memiliki suatu wujud. J.J. Honigmann pada bukunya
The World of Man (dalam
Koentjaraningrat, 2002:186) mengungkapkan ada tiga gejala kebudayan, yaitu ideas, activities, dan artifacts. Wujud pertama adalah wujud
ideal dari kebudayaan berupa ide-ide dan gagasan-gagasan manusia sedangkan wujud
kedua adalah tindakan berpola dari manusia yang disebut dengan sistem sosial.
Wujud ketiga dari kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik dan bersifat
paling konkret karena dapat dilihat dan disentuh. Wujud artifacts ini dapat dilihat dari berbagai benda, seperti
peninggalan-peninggalan sejarah, pakaian, bangunan, dan termasuk makanan.
Kuliner atau makanan adalah salah satu wujud dari
kebudayaan yang sangat akrab dengan manusia. Makanan adalah kebutuhan primer
manusia sehingga manusia tidak pernah dapat lepas dari makanan. Makanan juga
mencirikan kehidupan suatu kelompok masyarakat sehingga ada ungkapan “kita
adalah apa yang kita makan”. Berdasarkan Ensiklopedi
Makanan Tradisional Indonesia terbitan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
(2004), pada awalnya tujuan manusia makan adalah memenuhi kebutuhan yang paling
utama, yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup, menguatkan tubuh, menjaga
kesehatan dan kepentingan metabolisme tubuh, dan sebagainya. Seiring dengan
berkembangnya peradaban dan kebudayaan manusia, berkembang pula teknik
pengolahan makanan. Perbedaan potensi alam yang ada di setiap wilayah
menjadikan teknik pengolahan makanan pada setiap daerah juga menjadi
berbeda-beda. Makanan yang berbeda antara satu wilayah dan wilayah yang lain
lama-kelamaan menjadi suatu ciri khas yang hanya dimiliki oleh wilayah
tersebut.
Makanan bukan sekadar sesuatu yang
dimakan manusia, namun menjadi sebuah produk dari kebudayaan manusia dan
merefleksikan suatu konsep kebudayaan. Anna Meigs (1997: 105) dalam artikelnya “Food as a Cultural Contruction” pada
buku Food and Culture mengungkapkan “Food can be considered as part of material
culture rather than as a natural object in that, like pottery, it is the
product of individual labor and reflects cultural conception and design”.
Melalui pemaparan Anna Meigs tersebut, dapat kita lihat bahwa makanan memiliki nilai
budaya yang sangat penting dalam suatu kelompok masyarakat. Makanan yang ada
pada suatu daerah berbeda dengan daerah yang lain sehingga membawa budaya dari
masing-masing daerah asalnya. Sayangnya, banyak yang belum menyadari potensi
makanan lokal yang ada di setiap daerah.
Dalam konteks budaya, makanan menjadi masalah selera
dan bersifat lintas budaya yang memanjakan manusia modern (Adimihardja, 2005:
24). Selera makan berhubungan dengan rasa, lidah, dan aroma. Selera makan ini
berbeda antara suatu individu atau kelompok dan individu atau kelompok yang
lain. Selera makan dipengaruhi oleh berbagai hal, misalnya faktor lingkungan
dan potensi hayati yang ada di dalamnya. Saat ini lebih banyak lagi hal yang
memengaruhi selera, termasuk arus informasi dan fenomena globalisasi. Kenyataannya,
arus globalisasi ternyata membawa masyarakat ke dalam selera makan yang
mempertimbangkan persoalan gaya hidup dan prestise.
2.2.
Potensi
Kuliner Kota Bandung
Kota Bandung merupakan kota metropolitan terbesar di
Jawa Barat sekaligus menjadi ibu kota dari provinsi Jawa Barat. Jawa Barat
sering diidentikan dengan suku Sunda meskipun tidak seluruh Jawa Barat
merupakan Tataran Priangan atau Tanah Sunda. Berdasarkan Peta Budaya Provinsi Jawa Barat terbitan Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Barat, yang termasuk ke dalam wilayah Priangan adalah
Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi,
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Garut, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan
Kota Banjar. Kota Bandung menjadi salah satu perwakilan wilayah Priangan yang
paling menonjol karena perannya sebagai kota metropolitan terbesar di Jawa
Barat.
Kota Bandung adalah pusat pemerintahan dan pusat
perdagangan di wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, Bandung terletak
di tengah-tengah Provinsi Jawa Barat. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan
sehingga seakan membentuk sebuah mangkuk besar. Iklim kota Bandung dipengaruhi
oleh iklim pegunungan yang lembap dan sejuk dengan suhu rata-rata 23,5oC.
Suhu yang cukup sejuk di kota ini menjadi salah satu faktor yang menjadikan
Kota Bandung laris sebagai kota wisata. Saat ini Bandung terkenal sebagai salah
satu kota dengan wisata belanja dan wisata kuliner yang menarik. Wisatawan dari
berbagai kota di Indonesia berdatangan ke Bandung untuk menikmati suasana kota
ini.
Sebagaimana daerah-daerah lain di Indonesia, Bandung
juga memiliki makanan khas. Makanan khas suatu daerah dipengaruhi oleh banyak
faktor. Faktor lingkungan berperan cukup besar terhadap keberadaan keragaman
bahan pangan yang didasarkan pada keragaman hayati yang tumbuh di suatu daerah
tertentu (Adimihardja, 2005: 25). Bandung memiliki alam yang subur sehingga memiliki
keanekaraman hayati yang cukup tinggi. Hal ini tentunya berpengaruh langsung
dengan keanekaragaman jenis pangan yang ada di Bandung. Meskipun beraneka
ragam, ternyata yang disebut dengan “makan” oleh orang Bandung hanyalah “makan
nasi”. Hal ini terlihat pada tulisan dari Adimihardja dalam buku Makanan dalam Khazanah Budaya.
Dalam pemahaman orang
Sunda, yang disebut dengan “makan” adalah “makan nasi” dengan hidangan lainnya
yang berfungsi sebagai penyedap rasa nasi. Jenis makanan di luar nasi
seringkali disebut juga sebagai makanan cangkarang-bongkang,
yaitu makanan yang dianggap sekadar sebagai penyedap saja, penyelang atau pengganjel, yakni
makanan sementara untuk sekadar menghilangkan rasa lapar. Oleh karena itu,
jenis makanan tersebut dianggap berupa makanan kecil untuk ruab raeb atau ruham-rahem, ngemil.
(Adimihardja, 2005:26-27)
Jenis makanan yang akan dibahas pada makalah ini
adalah makanan yang disebut sebagai makanan kecil oleh masyarakat Sunda, yaitu
keripik singkong pedas, kerupuk gurilem, kerupuk seblak, dan basreng. Masyarakat
Sunda sering menyebutnya dengan sebutan jajanan pasar. Jajanan pasar ini sudah
lama dikonsumsi dan diproduksi oleh masyarakat Tanah Sunda dan terbuat dari komoditi
yang tersedia berlimpah di sana.
Melalui namanya, kita dapat langsung mengetahui
definisi dari keripik singkong pedas. Keripik ini terbuat dari irisan singkong
yang digoreng dan diberi rasa pedas. Lain halnya dengan nama kerupuk gurilem,
kerupuk seblak, dan basreng yang cukup asing. Kerupuk gurilem adalah kudapan
yang berbentuk silinder yang dibumbui dengan penyedap rasa seperti vetsin,
serbuk cabe rawit kering, garam, merica, bawang goreng, dan lain-lain[1].
Gurilem berasal dari Cililin dan merupakan akronim dari gurih dan pelem. Pelem berasal dari bahasa Sunda
yang berarti enak. Kerupuk seblak adalah makanan yang terbuat dari kerupuk
rebus yang dicampur dengan racikan bumbu pedas[2].
Basreng sendiri adalah abreviasi dari baso goreng. Basreng merupakan kudapan
yang terbuat dari ikan tenggiri dengan proses penjemuran sehingga menjadi keripik.
Basreng biasanya beraroma khas daun jeruk[3].
Makanan sebagai suatu produk budaya memiliki lima
unsur penting di dalamnya, yaitu ide awal, cara memasak, konsumennya,
produsennya, dan bentuk makanan itu sendiri. Makanan yang akan dibahas pada
makalah ini adalah jajanan-jajanan pasar Tanah Sunda yaitu keripik singkong,
basreng, seblak, dan gurilem. Keempat jajanan pasar ini memiliki lima unsur
tersebut. Ide awal dari diciptakannya jenis makanan ini adalah untuk memanfaatkan
hasil alam yang ada di Tanah Sunda.
Keripik singkong, basreng, seblak, dan gurilem
terbuat dari bahan-bahan sederhana yang mudah diperoleh. Keripik singkong
terbuat dari singkong, basreng terbuat dari baso ikan tenggiri, seblak dan
gurilem terbuat dari tepung aci. Cara memasaknya pun hampir sama antara satu
dengan yang lain yaitu dengan dibentuk tipis-tipis kemudian digoreng. Pada
awalnya produsen dari jajanan-jajanan pasar ini adalah produsen rumah tangga
yang membuat jajanan-jajanan tersebut di rumah masing-masing dalam skala yang
tidak terlalu besar. Konsumen dari jajanan-jajanan ini adalah anak-anak
sekolah. Bentuk dari keripik singkong, gurilem, seblak, dan basreng ini adalah
makanan kecil atau sering disebut juga dengan kudapan.
2.3.
Inovasi
Kuliner Lokal Bandung
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia edisi ke-4, inovasi adalah (1) pemasukan atau
pengenalan hal-hal baru; pembaharuan (2) penemuan baru yang berbeda dari yang
sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Ilmu
antropologi juga mendefinisikan inovasi seperti kutipan berikut yang diambil
dari buku Pengantar Ilmu Antropologi.
Inovasi adalah suatu
proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi, dan modal,
pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan
menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk yang baru.
Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaruan kebudayaan yang khusus mengenai
unsur teknologi dan ekonomi (Koentjaraningrat, 2002: 256)
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa suatu inovasi biasanya
bukan menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada, melainkan sebuah proses
panjang perkembangan dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian,
inovasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi dengan bantuan manusia.
Dalam proses evolusi, seringkali manusia menjadi pihak yang pasif, namun dengan
adanya inovasi, manusia menjadi pihak yang aktif sehingga mempercepat
terjadinya suatu proses evolusi.
Inovasi dapat dilakukan dalam berbagai hal, termasuk
dalam wujud-wujud kebudayaan. Yang menjadi perbincangan adalah dampak yang
terjadi akibat inovasi-inovasi yang dilakukan terhadap suatu wujud kebudayaan.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa makanan merupakan salah satu
wujud kebudayaan, maka inovasi pun dapat dilakukan terhadap makanan. Menurut
Munawar Cholil selaku dosen bahasa Sunda di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,
Universitas Indonesia, inovasi sangat penting untuk dilakukan karena salah satu
cara agar suatu kebudayaan tidak ditinggalkan, yaitu dengan tetap mengikuti
perkembangan. Inovasi yang dilakukan oleh masyarakat Bandung merupakan salah
satu cara agar kebudayaan Bandung tetap mengikuti perkembangan.
Sejauh ini sudah banyak inovasi makanan yang
dilakukan oleh masyarakat Bandung. Misalnya saja, brownies Amanda yang sudah terkenal ke berbagai daerah di
Indonesia. Brownies ini lain dari
biasanya karena cara memasaknya adalah dengan dikukus, sementara brownies pada umumnya dimasak dengan
cara dipanggang. Inovasi makanan lain yang terkenal dari Bandung adalah batagor
yang merupakan akronim dari baso tahu goreng. Batagor ini kemudian menjadi
lebih terkenal lagi dengan adanya suatu perusahaan makanan yang membuka
restoran khusus batagor dengan nama Kingsley.
Walaupun harganya relatif mahal, batagor Kingsley sangat diminati oleh masyarakat Bandung dan luar Bandung. Contoh
lainnya lagi adalah tahu isi pedas yang diberi merk tahu Jeletot. Tahu isi ini
berisi sayur atau daging dan memiliki rasa yang sangat pedas. Saat ini, tahu
Jeletot telah dijual di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Depok dan
Jakarta.
Dari berbagai inovasi makanan yang dilakukan oleh
warga Bandung tersebut, ada beberapa inovasi yang dilakukan terhadap makanan
yang memang berasal dari Bandung atau Tanah Sunda. Namun, ada juga inovasi yang
dilakukan terhadap makanan yang bukan berasal dari Tanah Sunda. Tahu Jeletot
merupakan salah satu inovasi yang dilakukan terhadap makanan khas Tanah Sunda
karena bahan bakunya memang berasal dari alam Tanah Sunda. Ada pula inovasi
terhadap makanan yang bukan merupakan khas Tanah Sunda, misalnya brownies Amanda.
Inovasi terhadap makanan yang masih membawa nilai
budaya Bandung biasanya membawa misi budaya di dalamnya, namun ada juga yang
dilakukan murni untuk tujuan ekonomi. Bagaimanapun bentuk inovasi yang
dilakukan, inovasi-inovasi ini telah menjadi salah satu daya tarik tersendiri
bagi pariwisata Kota Bandung.
Inovasi makanan yang akan menjadi fokus pada makalah
ini adalah inovasi pada keripik Maicih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh penulis, inovasi yang dilakukan oleh Maicih berbeda dengan inovasi yang
pernah ada sebelumnya. Keunikan-keunikan dari inovasi Maicih akan dipaparkan
pada bab selanjutnya.
BAB
3
INOVASI
MAICIH SEBAGAI POTENSI PROMOSI BUDAYA BANDUNG
3.1.
Maicih sebagai Salah Satu Inovasi Kuliner Tanah Sunda
Makanan sebagai salah satu wujud budaya juga
mengalami perubahan karena budaya yang bersifat dinamis. Perubahan ini ternyata
bisa juga dinyatakan sebagai inovasi karena adanya suatu proses pembaruan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan sengaja. Inovasi pada
makanan sebagai wujud budaya yang akan dibahas pada makalah ini adalah produk
makanan Maicih.
Maicih adalah
merk dari jajanan-jajanan pasar khas Sunda, seperti keripik, singkong pedas,
kerupuk gurilem, kerupuk seblak, dan basreng yang saat ini sedang laris di
berbagai daerah di Indonesia. Maicih menjadi begitu laris dan diminati karena
inovasi-inovasi yang dilakukan pemiliknya, seperti cara penjualan, pengemasan,
pemasaran dan adanya tingkat kepedasan pada produknya.
Menurut pencetusnya, Reza Nurhilman, Maicih
merupakan kata nyeleneh yang berarti
sebuah dompet berukuran kecil berbentuk setengah lingkaran dengan resleting
yang biasa digunakan untuk menyimpan koin-koin. Meskipun begitu, Icih sendiri
adalah salah satu nama khas orang Sunda sehingga Maicih akan mengingatkan kita
kepada seorang emak bernama Icih yang
berasal dari Tanah Sunda.
Usaha Maicih dimulai
sejak 29 Juni 2010 oleh Reza Nurhilman yang akrab disapa AXL. Sebelumnya, Reza
Nurhilman sudah menemukan produsen dari jajanan pasar tersebut sejak tahun 2008
di daerah Cimahi, Jawa Barat namun jajanan tersebut tidak memiliki merk. Saat
itu pula, Reza Nurhilman hanya berperan sebagai konsumen setia karena ia memang
merasakan bahwa jajanan pasar tersebut memiliki cita rasa yang lain dari
jajanan pasar yang dijual di warung-warung. Setelah itu, karena merasa bahwa
jajanan pasar ini akan laku apabila dijual, Reza Nurhilman mengawali penjualan Maicih
kepada teman-teman SMA dan kampusnya. Saat itu, jajanan-jajanan pasar tersebut
hanya dibungkus dalam plastik bening tanpa merk apa pun.
Reza Nurhilman resmi menamai produknya dengan Maicih
pada tahun 2010. Maicih memiliki tingkat kepedasan yang berbeda antara satu
level dan level lainnya. Semakin tinggi level kepedasan suatu produk Maicih
maka semakin pedas pula rasanya. Saat ini, Maicih menjual keripik level 1, 3,
5, dan 10. Inovasi juga dilakukan pada cara pengemasan produk Maicih. Kalau
sebelumnya jajanan-jajanan pasar dibungkus dalam plastik bening yang kecil,
produk Maicih dibungkus dalam sebuah kantong kertas atau paper bag berwarna coklat dengan isi keripik yang cukup banyak.
Teknik pengemasan ini menjadikan produk Maicih terlihat lebih rapi dan pada
akhirnya mengantarkan Maicih kepada nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Dalam perkembangannya, Reza Nurhilman menemukan cara
yang unik dalam bidang pemasaran yaitu dengan memberikan julukan-julukan
tertentu kepada setiap pihak yang terlibat dalam pemasaran Maicih. Pemilik dari Maicih, yaitu Reza Nurhilman sendiri, disebut
dengan “presiden” sedangkan para distributor disebut dengan “jenderal”.
Kegiatan berjualan yang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain pun
disebut dengan “gentayangan”.
Selain keunikan pada julukan-julukan tersebut, Reza
Nurhilman memanfaatkan teknologi dalam teknik pemasaran produknya. Posisi
“jenderal” yang sedang “gentayangan” diinformasikan melalui media sosial twitter
melalui akun @infomaicih. Media sosial twitter muncul pada tahun 2009 dan
memiliki banyak pengguna di Indonesia hingga saat ini. Reza Nurhilman memandang
twitter sebagai salah satu cara yang baik untuk mempromosikan keunikan
produknya.
Hal lain yang menjadi keunikan dari produk Maicih
adalah terbatasnya jumlah dan wilayah penjualan produk Maicih. Keterbatasan
produk dan usaha yang harus dilakukan konsumen dalam memperoleh produk Maicih
rupanya menjadi daya tarik tersendiri bagi produk ini. Konsumen tidak dapat
menemukan produk Maicih di tempat-tempat umum seperti toko dan pusat
perbelanjaan. Hal ini ternyata berpengaruh besar terhadap diperbincangkannya
produk ini dalam masyarakat. Posisi “jenderal” menjadi salah satu topik yang
diperbincangkan dan secara tidak langsung menjadi promosi produk yang dilakukan
oleh konsumen sendiri.
Keunikan-keunikan dari produk Maicih ini telah
mengantarkan Maicih menjadi salah satu kuliner yang banyak diperbincangkan
media. Produk Maicih memperoleh lebih banyak lagi promosi melalui
program-program televisi dan berbagai media cetak yang meliputnya. Pasar
konsumennya berkembang menjadi tidak hanya pengguna twitter yang kebanyakan
adalah anak muda, namun juga lebih luas ke penonton televisi dan pembaca media
cetak yang mencakup berbagai usia dan berbagai domisili.
Saat ini, Maicih
sudah berbadan hukum dengan nama PT. Maicih Inti Sinergi dan memproduksi
berbagai cemilan khas Bandung seperti keripik singkong pedas, kerupuk gurilem,
kerupuk seblak, dan basreng. Maicih juga
telah melengkapi perusahaannya dengan hal-hal yang berhubungan dengan perlindungan
konsumen seperti sertifikat halal dan nomor kemasan yang berasal dari dinas kesehatan.
Maicih telah mengangkat jajanan pasar yang biasanya hanya dimakan oleh
anak-anak kecil dan terbatas di Tanah Priangan menjadi sebuah kuliner
berstandar nasional yang dikonsumsi oleh berbagai usia.
Reza Nurhilman sebagai pencetus Maicih sendiri
ternyata masih berstatus mahasiswa di Universitas Maranatha, Bandung. Inovasi
yang dilakukannya telah membawa nama Reza Nurhilman ke tingkat nasional bahkan
internasional. Kolega-kolega dari Reza Nurhilman juga dipilih langsung oleh
Reza Nurhilman, biasanya merupakan rekan-rekan terdekat. Kebanyakan koleganya
juga masih berstatus mahasiswa, misalnya Reza Amriludwian yang adalah salah
satu teman dekatnya di Universitas Maranatha, Bandung.
“Jenderal” Maicih yang tersebar hampir di seluruh
Indonesia juga kebanyakan merupakan pemuda. Pemilihan “jenderal” dilakukan
secara terbuka dengan pengiriman CV ke bagian SDM PT. Maicih Inti Sinergi.
Pelamar kemudian harus datang langsung ke Bandung dan melewati proses wawancara.
Pelamar yang berhasil melewati proses wawancara kemudian akan diberi pelatihan
motivasi dan pemasaran di Bandung sebelum akhirnya melakukan penjualan Maicih
di kotanya masing-masing. Melalui pemaparan tersebut dapat kita lihat bersama
bahwa peran pemuda dalam hal inovasi menjadi sangat besar.
Sebenarnya, peran pemuda dalam berbagai bidang telah
dikaji dalam berbagai ilmu. Salah satunya terlihat pada kutipan dari buku Budaya Konsumen berikut ini.
Dalam dinamika sistem
seni budaya kontemporer, media semakin memainkan peran penting. Saat ini anak
muda memegang peran penting sebagai produsen sekaligus audiens. Dalam kapasitas
ini anak muda dapat dipandang sebagai perantara kunci dalam perkembangan budaya
konsumen saat ini. (hlm. 298)
Kaum muda ternyata memegang peranan yang penting
pada masa kebudayaan kontemporer saat ini, bukan hanya sebagai produsen namun
juga sebagai audiens. Penulis bahkan memandang anak muda sebagai perantara
kunci dalam perkembangan budaya konsumen. Maicih yang diproduksi oleh anak muda
tadinya hanya memiliki konsumen dalam ruang lingkup anak muda. Saat ini,
konsumen dari produk Maicih tidak hanya berasal dari kaum muda namun berasal
dari segala usia. Terlihat jelas bahwa anak muda menjadi pionir perihal Maicih.
Dra. Hj. Yullianingsih Yusuf dari Kasi Jarahnitra
Bidang Kebudayaan Disparbud Jawa Barat mengungkapkan bahwa salah satu tugas
Bidang Kebudayaan adalah melestarikan, mengembangkan, dan memanfaatkan
nilai-nilai kebudayaan. Tugas yang berat untuk melakukan pengembangan dan
pemanfaatan dengan tetap menjaga kelestarian dari suatu produk budaya. Dalam
hal ini, PT. Maicih Inti Sinergi sudah melakukan ketiga hal tersebut sekaligus.
Produk Maicih tetap melestarikan jajanan-jajanan pasar Tanah Sunda dengan
melakukan pengembangan dalam berbagai hal sekaligus juga memanfaatkan nilai
ekonomi yang terkandung di dalamnya.
3.2.
Maicih sebagai Potensi Promosi Budaya Bandung
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti
dengan Reza Amriludwian selaku public relation
PT. Maicih Inti Sinergi, penjualan produk Maicih telah mencakup hampir seluruh
wilayah Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara. Hal ini terbukti dengan
distributor produk Maicih yang disebut dengan “jenderal” yang telah tersebar di
semua pulau di Indonesia kecuali Maluku.
Penjualan ke luar negeri juga telah dimulai melalui
rekan-rekan dari PT. Maicih Inti Sinergi yang bepergian ke luar negeri. Ke
depannya, pemasaran yang dilakukan di luar negeri akan berbeda dengan yang
dilakukan di Indonesia. PT. Maicih mungkin tidak akan menempatkan “jenderal”
melainkan memasukkan produknya ke retail
atau pengecer yang ada. Menurut Reza
Amriludwian, penggunaan sistem “jenderal” di luar negeri akan sulit karena
tidak tersedianya lahan parkir di pinggir jalan seperti yang terdapat di
Indonesia. Meskipun begitu, PT. Maicih Inti Sinergi tetap akan mempertahankan
nama-nama produknya dengan nama jajanan pasar Sunda yaitu keripik singkong,
gurilem, seblak, dan basreng ke mana pun produk itu dijual.
Kebijakan dari PT. Maicih Inti Sinergi untuk tetap
menggunakan nama-nama jajanan pasar Tanah Sunda dalam produknya adalah salah
satu upaya yang dilakukan untuk tetap melestarikan jajanan pasar Tanah Sunda.
Reza Amriludwian sendiri menyadari bahwa produk Maicih membawa budaya Sunda,
terutama Bandung. Hal ini terlihat dari angka penjualan yang lebih tinggi di
Bandung dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain meskipun konsumen tidak hanya
berasal dari Bandung. Rupanya konsumen lebih suka membeli produk Maicih
langsung di Bandung meskipun produk Maicih telah dijual oleh “jenderal” di
masing-masing daerah. Hal ini juga menjadikan produk Maicih menjadi oleh-oleh
khas Bandung.
PT. Maicih Inti Sinergi sendiri telah menyadari
perannya sebagai produk yang membawa nama budaya Bandung. Menurut Reza
Amriludwian, Maicih menunjukkan kepeduliannya terhadap kebudayaan Sunda atau
Bandung dengan menjadi sponsor pada banyak event kebudayaan di Bandung. Selain
itu, ke depannya Maicih memiliki wacana untuk membangun Kafe Maicih di berbagai kota di Indonesia diawali
dari Bandung. Komitmen Maicih ke depannya adalah untuk menjadi salah satu
kuliner nasional yang membawa identitas Sunda ke seluruh Indonesia, bahkan
dunia.
Menurut analisis dan wawancara yang dilakukan
peneliti kepada beberapa ahli kebudayaan Sunda, Maicih memang merupakan suatu
inovasi kuliner yang membawa nilai-nilai kebudayaan Bandung. Hal ini didukung
oleh beberapa faktor, antara lain nama Maicih sendiri yang identik dengan nama
khas orang Sunda, produk Maicih yang merupakan jajanan pasar Tanah Sunda yang
telah lama ada, pembuat produk Maicih yang berasal dari Bandung, dan tempat
berkembangnya produk Maicih yaitu Bandung. Menurut Dra. Hj. Yullianingsih
Yusuf, produk Maicih juga merupakan salah satu bentuk pelestarian bahasa karena
penggunaan bahasa Sunda dan nama khas Sunda pada produknya.
BAB
4
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
4.1.
Kesimpulan
Makanan merupakan suatu hal yang sangat dekat dengan
kehidupan setiap makhluk hidup. Sebagai makhluk berbudaya, manusia memiliki
perbedaan dengan hewan perihal makanan. Makanan dapat mencerminkan suatu
peradaban manusia dalam suatu masa. Makanan-makanan yang sudah ada sejak zaman
nenek moyang tentu memiliki suatu nilai kebudayaan luhur yang harus tetap
dilestarikan, namun makanan-makanan tersebut juga harus dapat dikembangkan agar
tetap dapat dinikmati oleh manusia saat ini.
Bentuk inovasi yang dapat dilakukan terhadap makanan
sangat beragam. Inovasi yang telah dilakukan oleh PT. Maicih Inti Sinergi yaitu
inovasi pada masalah rasa, pengemasan, dan teknik pemasaran. Inovasi rasa pada
makanan adalah hal yang sangat penting karena seiring perkembangan zaman,
berkembang pula selera suatu kelompok masyarakat terhadap cita rasa makanan. Pengemasan
produk makanan juga menjadi suatu faktor yang sangat penting. Hal ini
diterapkan begitu baik oleh banyak negara di dunia, seperti Jepang, yang
makanan-makanannya telah mendunia karena faktor pengemasan yang baik.
Inovasi yang tidak kalah penting adalah inovasi yang
dilakukan terhadap teknik pemasaran suatu produk makanan. Teknik pemasaran juga
mempengaruhi eksistensi suatu produk makanan. Seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya bahwa saat ini banyak hal yang mempengaruhi selera. Eksistensi suatu
makanan juga dapat mempengaruhi faktor selera. Saat ini banyak orang yang
membeli suatu produk makanan karena eksistensi dari produk tersebut sehingga
mempengaruhi prestise dari konsumennya.
Kolaborasi yang baik antara inovasi, rasa, dan
teknik pemasaran yang menarik akan menghasilkan sebuah produk yang akan diterima
dengan baik di pasar. Hal yang telah dilakukan oleh PT. Maicih Inti Sinergi
menjadi salah satu contoh yang konkret. Cara yang telah dilakukan oleh PT.
Maicih Inti Sinergi seharusnya dapat diterapkan oleh berbagai daerah di
Indonesia pada berbagai produk budayanya, terutama makanan. Makanan adalah
salah satu produk budaya yang paling mudah mendunia karena membawa identitas
suatu kebudayaan sekaligus dapat dinikmati secara universal.
Orang-orang yang bekerja di balik Maicih kebanyakan
adalah pemuda yang masih berusia sekitar 20 tahun. Hal ini juga menunjukkan
bahwa peran pemuda dalam berbagai hal tidak boleh dianggap remeh. Maicih dapat
mencapai omset yang begitu besar dan membawa nilai budaya Bandung hingga dunia
internasional hingga saat ini. Segala pencapaian itu dimulai dari ide seorang
mahasiswa yang tadinya hanya bertindak sebagai konsumen. Sebuah ide pemuda yang
mungkin tadinya terlihat biasa saja ternyata dapat berkembang begitu pesat saat
ide tersebut direalisasikan dengan usaha dan keyakinan yang besar. Pemberdayaan
pemuda dalam hal kebudayaan menjadi sangat penting saat ini.
Riset yang dilakukan oleh Nielsen kepada 502
responden pengguna aktif internet pada September hingga Oktober 2008
menunjukkan hampir semua responden lebih menyukai kuliner lokal[4].
Berdasarkan hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa peluang bagi kuliner
khas dari berbagai daerah di Indonesia sangat besar untuk menjadi menu andalan
bagi berbagai bisnis kuliner baik retail maupun
restoran. Hal ini harusnya disambut baik oleh berbagai pihak, baik pemerhati
kebudayaan maupun para pengusaha karena rupanya bisnis dan kebudayaan dapat
berjalan sejalan dengan adanya fakta ini.
4.2.
Saran dan Rekomendasi
Sebagai mahasiswa, banyak yang bisa dilakukan dalam
rangka mendukung nilai budaya sebagai potensi promosi budaya. Salah satu hal
yang dapat dilakukan oleh mahasiswa adalah memberi penyuluhan atau workshop kepada para pengusaha makanan
lokal mengenai teknik pengemasan dan prosedur yang berkaitan dengan keamanan
makanan agar produk mereka bisa menjangkau pasar yang lebih luas lagi.
Penyuluhan atau workshop tidak
dilakukan hanya satu kali melainkan secara berkesinambungan sehingga dapat perkembangan
dari para pengusaha makanan lokal yang sudah dilatih dapat terus dipantau.
Pemberdayaan pemuda dalam hal pelestarian,
pengembangan, dan pemanfaatan makanan sebagai produk budaya juga harus selalu
ditingkatkan dan didukung oleh berbagai pihak. Melalui produk Maicih, dapat
dilihat bahwa pemuda berperan sangat besar terhadap inovasi produk budaya yang
tetap memperhatikan kelestarian produk budaya itu sendiri. Pemuda yang adalah
salah satu agen perubahan dan calon penerus bangsa harus terus didayagunakan
perihal pelestarian, pengembangan, dan pemanfaat produk kebudayaan.
Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewenangan
tinggi dalam melakukan pelestarian dan pengembangan suatu nilai budaya harus
mau bekerja lebih keras lagi. Pada permasalahan ini, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata seharusnya tidak bekerja sendirian. Dibutuhkan suatu kolaborasi yang
baik dengan dinas-dinas lain, terutama Dinas Industri dan Perdagangan dalam
melestarikan dan mengembangkan suatu nilai budaya sebagai potensi promosi
budaya.
Baik pemerintah maupun pihak swasta harus bisa lebih
gencar lagi memperhatikan berbagai peluang untuk mempromosikan produk
kebudayaan berupa makanan dan mengupayakan inovasi tanpa menghilangkan
nilai-nilai esensial kebudayaan yang ada pada makanan tersebut. Hal yang tidak
kalah penting adalah bahwa mereka juga harus mau melibatkan pemuda dalam
berbagai program yang dijalankan.
[1] Vedd. “Kurutuk: Apa sih
Kerupuk Gurilem Itu?”. http://kurutuk.blogspot.com/2011/06/apa-sih-kerupuk-gurilem-itu.html
(11 Maret 2012)
[2] Avitia Nurmatari, “Seblak
Pedas Menggugah Selera”. http://bandung.detik.com/read/2010/08/24/131143/1426641/679/seblak-pedas-menggugah-selera
(11 Maret 2012)
[3] Admin, “Basreng (Baso
Goreng)”. http://forum.vivanews.com/recycle-bin/203323-jual-basreng-bakso-goreng-bandung-snack-hits-di-yogya.html
(19 Maret 2012)
[4]
Purwiyanto Hariyadi, “Kulinologi: Teknologi Pangan dan Seni Kuliner Indonesia”,
(Jakarta, 2009), hlm. 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar